Sunday, November 30, 2008

Artikel: Edam Burger: Kualitas Istimewa Harga Kaki Lima

Edam Burger: Kualitas Istimewa Harga Kaki Lima
kiriman: Ibu Jamaal, Jembaran.


Berjuang menakhlukkan ibu kota Jakarta memang tidaklah mudah. Terlebih bagi seorang pendatang dari daerah seperti Made Ngurah Bagiana yang hanya mengandalkan ijazah STM jurusan Bangunan. Tapi berkat keuletannya dan semangatnya untuk mengubah hidup, akhirnya Made pun meraih kesuksesan sebagai pengusaha Burger bernama Edam Burger.

Awal tahun 1976, seorang Ade Ngurah Bagiana yang putra asli Bali, mencoba mengadu peruntungannya. Namun selama setahun ia sempat luntang-lantung tanpa pekerjaan. Beruntung, ia masih ditampung tinggal bersama dengan kakaknya yang telah terlebih dahulu tinggal di Jakarta. Selama setahun itulah masa-masa bagi Made untuk beradaptasi dan mulai mengenal lingkungannya.

Setahun masa beradaptasi, Made pun mulai mencoba bekerja sebagai kondektur bus PPD. Saat itu ia tidak lagi tinggal bersama kakaknya, namun lebih memilih menumpang dengan temannya, dengan catatan Made lah yang harus melakukan pekerjaan sehari-hari seperti memasak, mencuci, serta membersihkan kamar kos berukuran 2 x 3 meter. Dengan mengumpulkan penghasilannya sebagai kondektur bus, Made berusaha mendaftar kuliah di Fakultas Teknik Arsitektur Universitas jakarta pada tahun 1978. Kesulitan biayalah yang membuat kuliah Made terbengkalai.

Pada tanggal 25 Desember 1985, ia pun meminang seorang gadis Bali bernama Made Arsani Dewi. Untuk menghidupi keluarga kecilnya, Made pun bekerja serabutan sebagai seorang kuli bangunan dan jjuga sebagai sopir angkutan umum. Bahkan ia pun sempat memiliki sebuah rumah mungil sendiri. Namun belakangan, kondisi ekonomi keluarga Made memburuk, sehingga ia harus menjual rumahnya. Sejak saat itu, Made pun mulai bekerja serabutan lagi sebagai sopir, penjual telur bahkan pernah juga Made menekuni usaha kerajinan Bali.

Dengan modal seadanya, Made pun mulai melirik usaha di bidang resep kuliner dengan membuka sebuah warung makan warteg, hingga pada awal tahun 1990, seorang familinya berniat menjual gerobak roti burgernya seharga Rp. 1,5 juta. Naluri bisnisnya mulai tertantang saat itu untuk berganti usaha baru dari warung tegal yang kurang begitu laku menjadi pedagang roti burger. Karena modal yang pas-pasan, akhirnya Made pun terpaksa menjual perhiasan milik istri tercintanya untuk membeli gerobak burger.

Dengan modal gerobak sepeda itulah akhirnya made mulai menjajakan burger yang ia beri nama Lovina, sebuah nama pantai di kawasan Singaraja Bali. Awalnya penjualan burger tidak begitu bagus, mengingat burger termasuk makanan mewah saat itu. Pelan tapi pasti, burger made pun mulai dilirik pembeli, karena selain rasanya yang enak harganya pun juga sangat terjangkau.

Ternyata kerja keras dan kegigihannya memasarkan burger Lovina membawa hasil. Hanya dalam kurun waktu enam bulan saja, gerobak burgernya bertambah menjadi 60 gerobak, sehingga banyak tenaga kerja yang teserap melalui usaha burgernya.

Produksi Bahan Baku Sendiri
Semakin lama, usaha burgernya semakin berkembang. Untuk menekan harga jual, akhirnya Made berinisiatif membuat sendiri roti untuk burgernya. "Ternyata membuat roti itu tidak sulit, dan biaya yang dibutuhkan juga tidak mahal. karena itulah saya memilih membuat roti sendiri, sehingga kita bisa menekan harga jual burger agar tetap murah," terang pira kelahiran Singaraja Bali, 1956 itu.

Pada tahun 1995, sebuah pabrik roti pun telah berdiri dan siap mensuplai seluruh kebutuhan gerai burger miliknya. Sedangkan untuk memenuhi kebutuhan dagingnya, Made bekerja sama dengan pengusaha Bob Sadino yang memiliki brand kemfoods sebagai supplier daging asap dan sosis khusus pesanan made. Dari Bob Sadino lah nama Burger Lovina kemudian diubah menjadi Edam Burger, yang ternyata membawa kesuksesan lebh bagus bagi usaha burger Made. Karena namanya yang singkat dan mudah diingat membuat orang lebih gampang mengenal Edam Burger.

Burger Murah dan Lezat
Dengan memproduksi sendiri roti sebagai resep bahan baku utamanya, Edam Burger dapat terus berkembang di tengah kian menjamurnya usaha burger serupa. Bayangkan saja, untuk menyantap burger ukuran standard kita hanya cukup merogoh kocek Rp. 5000 saja, sementara di tempat lain bisa dijual hingga tiga kali lipatnya. Rasanya pun tak perlu diragukan lagi, karena selain rotinya yang lembut, dagingnya pun juga gurih dan empuk.

Menu yang tersedia di outlet Edam burger juga sengat beragam, ada beef Burger seharga Rp. 5.500 , Chees Burger Rp. 6000 dan lain-lain.
Selain berger juga tersedia menu lainnya seperti anake spaghetti dan steak. Sedangkan untuk steaknya juga dijual dengan harga sangat murah. Tersedia juga makanan berat seperti nasi goreng.

Untuk menemani bersantap tersedia aneke minuman ringan dan aneka jus buah segar yang harganya juga sangat bersahabat bagi kantong semua orang. Tak salah bila pelanggannya terdiri dari berbagai kalangan, mulai dari para pelajar dan mahasiswa hingga orang-orang kantoran dan berdasi.

"Kita tidak mau mengejar untung yang besar, tapi cukup untung kecil saja. Misalnya kita ngejar untung Rp. 10000 sehari kali 1000 orang, nah cukup nunggu 1000 hari saja akan untungnya sudah milyaran. Itu prinsip saya. Kalau itu saja sudah cukup, ngapain ngejar yang lebih," katanya berbagi prinsip.

Hingga saat ini, Edam burger telah memilki 3000 lebih jaringan gerai burger yang tersebar di berbagai koa besar di Indonesia. Pabrik rotinya pun juga tersebar di 14 kota besar di Indonesia. Sedangkan kantor pusat Edam Burger sendiri berada di Jl. Malaka raya no. 84 & 122 Perumnas Kleder jakarta Timur.

Pola Kemitraan dengan BLU
Tak bisa dipungkiri bahwa kesuksesan Edam Burger hingga merambah ke berbagai kota di Indonesai tak lepas dai pola kemitraan yang dijalaninya hingga memiliki 3000 lebih gerai burger. Kemudahan sistem kerjasama tanpa adanya pembagian hasil atau royalty fee kepada pihak Edam Burger, membuat banyak mitra usaha berminat bekerja sama dengan Edam Burger. Pola kemitraan ini disebut Made sebagai pola BLU alias Bantuan Langsung Usaha. Sehingga keuntungan yang didapat dari Made hanyalah dari pasokan bahan baku yang disuplainya ke seluruh gerai yang menjadi mitra usahanya.

Dengan hanya bermodalkan sekitar Rp. 2,5 juta untuk gerai dan belanja paket produk perdana Burger senilai Rp. 223.750 saja, kita sudah bisa langsung menjadi pengusaha burger sendiri tanpa ada kewajiban membayar royalty fee.
"Kalau pemerintah mempunyai program BLT (Bantuan Langsung tunai), pakai uang negara, tapi kalau saya punya progeram BLU alias Bantuan Langsung Usaha yang uangnya dari keringat saya sendiri. Jadi orang yang punya usaha tapi tidak punya modal, kita sediakan sarananya. Makanya bisa dibilang saya ini usaha bukannya mencari untung tapi malah mencari rugi. Tapi saya malah senang, karena menurut saya kesuksesan adalah bisa memberikan manfaat bagi orang lain, ungkapnya.

Made pun tidak pernah merasa khawatir bila usahanya suatu saat ditiru oleh orang lain. Ia justru merasa senang bila bisa menginspirasi orang lain untuk bisa meraih sukses seperti dirinya. "Usaha apapun kalau sudah sukses pasti akan ditiru. Nggak apa-apa, seorang made kan nggak bisa sendirian mengenalkan makanan burger ke seluruh masyarakat di Indonesia, perlu bantuan orang lain. Jadi saya tidak hanya mengejar keuntungan secara materi saja, tapi secara sosial saya juga diuntungkan karena bisa bermanfaat bagi orang lain. Bagitu juga dari yang di Atas, Allah juga akan melihat niat kita. Itu juga keuntungan tersendiri buat saya," paparnya bijak.

Mendapat Berbagai Penghargaan
Sikap yang bersahaja, serta pola berpikirnya yang selalu ingin memberikan kontribusi kepada orang lain dengan membuka lapangan kerja seluas-luasnya melalui usaha Edam Burger miliknya, membuat Made Ngurah Bagiana sering diminta untuk menjadi pembicara dalam berbagai seminar dan workshop tentang kewirausahawan. Made yang hanya mengantongi ijazah STM, tak jarang diundang sebagai pembicara yag para pesertanya adalah para pengusaha dan manager serta para pejabat pemerintah.

Berkat kerja kerasnya, sehingga memotivasi banyak orang untuk mengikuti jejak suksesnya, Made pun dianugerahi penghargaan sebagai "insprifing people" oleh Menteri Sosial Bachtiar Chamshah pada bulan April 2006.

Tak terhitung lagi berbagai pernghargaan yan diterimanya dari instansi lain, baik intansi pemerintah maupun swasta atas dedikasinya mengembangkan kewirausahaan serta memberdayakan usaha kecil dan menengah di Indonesia. ***Ari W

--------------------------------------------------------
source: Tabloid Lezat

No comments: